manakala mendengar nama pemadam kebakaran, terbesit dipikiran kita sebuah mobil merah dengan lampu rotary serta raungan sirIne yang nyaring membahana, ngebut mengejar kebakaran.
tapi ta'kala mendengar sebutan fireman /petugas kebakaran maka yang tergambar tidak hanya kebakaran tapi hampir seluruh masalah emergency atau kedaruratan menjadi bagian yang tak terpisahkan.dengan pakaian yang gagah perkasa membawa peralatan lengkap, baik kampak , gantol hammer,scba serta APD lainnya sudah menjadi keharusan.
mungkin hal diatas bagi sebagian orang ada benarnya, namun yang begitu menyenangkan adalah bahwa kita masih bisa berbagi memberikan yang terbaik, menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan.walau kadang kadang cacimaki menjadi sarapan tugas.
namun setelah kebijakan pemerintah tahun 2005 untuk mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi PNS secara bertahap tak terkecuali bagi petugas pemnadam kebakaran di seluruh indonesia. rasa syukur dan terima kasih tak terhingga mengiringi kegembiraan tersebut.
bulan demi bulan , tahun demi tahun berlalu tak terasa loyalitas dan kecintaan tugas selaku petugas pemadam kebakaran mulai di pertaruhkan dan terdegradasi.kedudukan , pangkat dan golongan mulai mempengaruhi idealisme pengabdian yang dulu benar benar tulus.
tranformasi tenaga honorer ke PNS seakan menjadi titik puncak dan menjadi anti klimaks pengabdian selama ini.sisi pemadam kebakaran tergantikan oleh kedudukan sosial yang namanya Pegawai Negeri Sipil.
sekelumit hal diatas bukan satu satunya sebab terjadinya penyimpangan peran petugas pemadam kebakaran sebagai pencegah dan pemberi rasa aman,dan penanggulang terhadap bahaya kebakaran.
rancu dalam penyatuan SKPD , bias dalam pelaksanaan tugas ikut andil membuat sibiru makin menjauh, belum lagi SDM yang memang jelas jelas tidak mampu dan mau menjadi petugas kebakaran tetap dipaksakan menjadi petugas kebakaran hanya karena memang otomatis sebagai Pegawai Negeri Sipil belaka dengan pangkat dan kedudukan yang cukup.
kembalilah wahai satria biru, kita adalah insan yang mengerti kewajiban bukan hanya mengerti hak